Top Menu

Sebab Status Menyerupai Patahan Sajak




“Serupa pintu yang menyimpan deritnya, begitulah semestinya cinta di-sajak-kan.”

Setelah matahari menutup jendela para pekerja siang hari, Sri menulis Status (senyum)-nya. Di tempat yang diam-diam menggerakkan roda-roda karat di kepala Selendang Hitam Berdarah, kata-kata bermain di atas meja bersama cangkir-cangkir. Ia menjadi pertanyaan Selendang pada Sri: 

“sudah berapa kali jatuh cinta ir...”

Barangkali, Sri sedang mengupas buah mangga muda, hawanya terasa kecut. Sembari ia bergumam di bibir pisau, “serupa Selendang motif batik yang kucari-cari di beringharjo, begitu susahnya mencari kualitas nomor satu, tapi ternyata Sumbi memang benar-benar nyata, ir. maukah kamu mencuri selendangnya untukku?” Ternyata, Sri juga meminta sesuatu pada yang entah di dalam buah mangga yang masih bayi.

“sumbi itu hanya hayalanmu saja ir... dia itu hantu...”

tiba-tiba, Selendang Hitam Berdarah berbisik pada selendangnya. Selendangnya terbang menjadi buah mangga yang ranum, aromanya terasa manis. Dengan cepat tanpa siasat dan aba-aba, Sri melepaskan pisau dan buah mangga muda yang di kupasnya. Dia membujuk angin petang yang lembab, “masuklah ke dalam kamarmu, kunci pintu rapat-rapat, lalu, lalu ia akan datang dan terselip di buku-buku catatan harianmu. tengoklah bila tak percaya.”

Dia serupa memaksa.

“tidak ada, catatan harianku itu bukan hayalan orang-orang pecandu tubuh batu dan gelap. di catatanku penuh dengan kebusukan hidup yang dipoles dengan kepura-puraan. tawa bahak yang bising di gedung teater, dan di panggung-panggung puisi yang menyesatkan pembaca yang budiman,”

serupa khotbah di kali gajah wong kotor di musim kemarau Selendang Hitam Berdarah bicara dengan kukunya. 

Hingga akhirnya, Shohifur Ridho Ilahi tertawa, “hahahaha, begitukah, ir? hem.” dan entah dia sudah menangkap buah mangga manis yang terbang di udara sebelum malam benar-benar gelap?

Entahlah.

Blandongan, 4 Oktober 2012

Post a Comment

Designed by OddThemes | Distributed by Gooyaabi Templates