Koran
Cyber, Created on Monday, 02 July 2012
03:14
PERJANJIAN
pertengahan abad lalu cahaya bulan Mei diganti matahari Juni
tahunmu kini membeku di kalender kisahku
menepi di pertengahan abad-abad
menyambungkan rasa dengan angan
hulu sepi menyendiri
membenci langkah kian basi
sudah lama aku mengharapkan janji bermakna
tinta hariku akan menggores hari-hari dengan tajam pensilmu
sehingga semuanya tertinggal di atas kertas
walau ini masih rapuh, setidaknya kau mesra menuliskan rasa
menggiring derai cerita peraturan kasih yang kita buat bersama
Jogja, 2011
SENANDUNG KEMESRAAN
ranting kasih ini sudah kusut
lalu apa kau harap
kini sudah hilang di tanah
melihat mengikat alam pekat.
januari dulu kau memberikan buku
tapi cerita buku itu
cerita kesakitanku
sungguh kau mengharapkan kematian dalam imajinasiku
Jogja, 2012
ANGANKU
kau telah mengambil separuh jiwa dan separuhnya lagi
kau hanyutkan di sungai darah
benarkah
kini benih-benih mengatakan tidak
untuk apa?
siapa kau sebenarnya
menggores sejarah dialah dada ini
aku ingin sekali menusuknya dengan suara tuhan
ini bukan angan
setelah berbulan lamanya kau berkemas sejarah palsu
ya, yang mengatakan itu aku
jika angin barat jua angin timur bertemu
himpitlah aku
bawalah aku ke depan mereka yang mengambil jiwaku
aku tak mau jadi korban angan.
Jogja, 2012
DIALAH SUARA
bening-hening melintas di pertengahan malam
menyisahkan poster baru melihat nama baru
aku masih mengenangnya karena terlalu lembut suara itu aku dengar
jam dua belas waktu itu
purnama sinta merias wajah
untuk menyanyikan lagu-lagu merdu
karangan para penyair besar
aku mengenangnya
aku tanya mungkinkah ini bukan suara terahir.
Suara-suara itu masih mengiang
Mengikat inginku menjadi nyata
2012
pertengahan abad lalu cahaya bulan Mei diganti matahari Juni
tahunmu kini membeku di kalender kisahku
menepi di pertengahan abad-abad
menyambungkan rasa dengan angan
hulu sepi menyendiri
membenci langkah kian basi
sudah lama aku mengharapkan janji bermakna
tinta hariku akan menggores hari-hari dengan tajam pensilmu
sehingga semuanya tertinggal di atas kertas
walau ini masih rapuh, setidaknya kau mesra menuliskan rasa
menggiring derai cerita peraturan kasih yang kita buat bersama
Jogja, 2011
SENANDUNG KEMESRAAN
ranting kasih ini sudah kusut
lalu apa kau harap
kini sudah hilang di tanah
melihat mengikat alam pekat.
januari dulu kau memberikan buku
tapi cerita buku itu
cerita kesakitanku
sungguh kau mengharapkan kematian dalam imajinasiku
Jogja, 2012
ANGANKU
kau telah mengambil separuh jiwa dan separuhnya lagi
kau hanyutkan di sungai darah
benarkah
kini benih-benih mengatakan tidak
untuk apa?
siapa kau sebenarnya
menggores sejarah dialah dada ini
aku ingin sekali menusuknya dengan suara tuhan
ini bukan angan
setelah berbulan lamanya kau berkemas sejarah palsu
ya, yang mengatakan itu aku
jika angin barat jua angin timur bertemu
himpitlah aku
bawalah aku ke depan mereka yang mengambil jiwaku
aku tak mau jadi korban angan.
Jogja, 2012
DIALAH SUARA
bening-hening melintas di pertengahan malam
menyisahkan poster baru melihat nama baru
aku masih mengenangnya karena terlalu lembut suara itu aku dengar
jam dua belas waktu itu
purnama sinta merias wajah
untuk menyanyikan lagu-lagu merdu
karangan para penyair besar
aku mengenangnya
aku tanya mungkinkah ini bukan suara terahir.
Suara-suara itu masih mengiang
Mengikat inginku menjadi nyata
2012
Sumber: www.koran-cyber.com/index.php/seni-budaya/463-puisi-puisi-rusydi-tolareng
Post a Comment