Top Menu

Puisi Anshori Safujagad



Untuk Guru

Melewati gerbang tak berpintu
Dengan merapikan senyum di paksakan
Adalah keseharianku
Di tanah air yang asing
Mungkin semua menganggap, dikeningku
Ada tadah air hujan
Sehingga tak pernah haus
Tak pernah merasa keasingan
Di Negri tanpa Moyang

Sedang aku mencari guru
Yang bisa mengungsikan ketuaan
Biar semua tak tergesa lewat
: tumbuh besar langsung dewasa
Tanapa sempat membaca prasasti

Wahai , kalau kalian ketemu guru
Katakan padanya , ada salam dariku
‘’ mohon keluar sejenak dari persemediannya ‘’
Sebab yang memimpin orang-orang suci
Yang mungkar dan ingkar.

Leksas, 2009-2011

Mujahid

Malam tanpa hujan, bukan pertanda apa ?
Ketika kaki sudah di tebang
Pintu di tutup rapat
Keyakinan di jual belikan dengan harga uang
Ilmu di susun dengan starategi dan tragedi
Mata jadi jembatan dari lubang kemiskinan
Para penyair tidur pulas dalam kata-kata
Menjerit sampai dalam mimpi
Tubuhnya kurus kering
Sebab tak ada penghalang terik siang.
‘’ tanah airku belum selesai di bangun ‘’
Aku tetap melangkah
Meski di bunuh kebenaran

Banjarmasin, 15112011 

Halte
            :21-08-2011

Aku penyapamu di penghabisan.
Hari yang benar sunyi sudsh mulai merangkak
Setapak demi setapak
Pangdang hablur
Entah dengan cara apa menghakimi tubuh yang kaku
Mengingati hujan 23 maret 2011 belum mampu lembabkan kemarau hatiku.
Begini saja, di halte ini pestakan pertemuan anak kita kelak
Bahwa Bapak Ibunya memberangkatkan musim hujan ke musim kemarau di
Tempat ini_tempat yang tak jauh dari keramaian dan kisah_
Jangan tumbuhkan kegelisahan
Jangan tuturkan carang waktu yang menikam
Biar halte tidak menjadi wajah buram
Untuk harihari keseharian
Dan kesadaran tentang kesetian
Terendam di hahalaman depan
Tempat memadu melahirkan pejuang baru

Erliga, tak usa beerwajah semu
Berpura tegar ( Gusdur ) membuka kedua tangan
Biar tangan gaib yang sejuk meraba do’a kita.
Bukankah telah kukatakan
Tahun depan kita akan berkisah lagi
Menciptakan kenyataan yang kita renang dan kenang
Sampai kita tetap sama mencari mata air
Menyiram rindu untuk tidak tumbuh liar

Erliga, kekasihku
Melihat dirimu bersedia sedih
Membuat sekujur tubuh bergetar
Menenggelamkan kesadaran
Menakuti kepalsuan
Dan lebih ku ingatkan padamu
Di pahamu aku tidak lelap bermimpi
Meski Dunia ramai kelahiran dan pemberontakan

Dalam halte ini
Hujan tipis dalam do’a
Dan pagi membagi senyum.

Probolinggo,2011

Sajak Ini Untuk Presiden

Ingin aku menggapai malam bersamamu
Menyusuri Jl Gatot subroto ,Abu abu, sungai bulu
Tempat orang mengundi nasip
Kemudian duduk dibawah pohon beringin
Memaksakan cerita Negri yang sudah tanpa malu
Membunuh, memperkosa hak hak dijalan raya
Harapan tinggal harapan
Sepi nan sunyi yang kian memanggil seorang diri
Lalu meraba jiwa dari telapak perasaan
Menabur bunga busuk di nisan nisan pahlawan.
Meski dalam bisu aku berbisikan
Melawan khianat dan kebencian

Aku dilahirkan dari perut sang pemimpi
Yang kau tindas harihari
Suara semesta suara
Hanya makan minum keseharianmu

22-03_02-10-2011

_erliga_
Terminal surabaya

Aku rasa ada dunia lain ditubuhmu,
Menyelam matamu_sungguh ada ruang ikan
Yang saban waktu menari mencari makan
Lantas kenapa kau tak buat selokan kehatimu_
Biar ia beranak pinak
“ kalau musim hujan tiba ikan ini bermain kerumah tetangga
Memasuki loslos pasar, bahkan kalau ada tetangga yang mukimnya
Jauh dari keramaian, ikan ini menunggu bis malam ”
Ah begitu paham kau dengan semua ini !
Ternyata mataku meski tiap waktu dipera
Dengan pola tingkah kaum durjana
Masih jelas melihatmu ap adanya
Mengikuti segenap yg mulia.
Kalau boleh memasang obrolan yang lebih serius,
Ikan itu berasal dari mana
Dan darah tulangnya berwarna apa.!

“ ikan ini berasal dari fakir miskin, anakanak yatim yang hidup sendiri,
Jutaan orang terlantar dan milyaran pengungsi.
Darahnya berwarna merah
Tulangnya berwarna putih .”

Biar lebih jauh kita kenal
Namaku kesadaran
Ibu Bapakku merah putih

“ kalau aku amanah
Ibu Bapakku perjuangan Pemberontakan ”.

Romadhan 2011

Post a Comment

Designed by OddThemes | Distributed by Gooyaabi Templates