Top Menu

Puisi Andi Maghadon




MATAHARI

Aku mengambang dan mengapung diudara
mengalir dan merambat melagukan deru sampai pantai
tapi dimanakah sauh menandai kiamatku
dimanakah karang tempat kuburku, berabad-abad
aku menggendam topan, membakar kegelapan
dan merobohkan gumpalan mendung penghalang langkahku
tak pernah aku mati nyali atau menunda panggilan angin
ketika bumi kuyup atau kering, bunga-bunga tumbuh atau susut
sungai-sungai tilas atau meruah, hutan-hutan melengking
atau menyanyi, rumput-rumput berbisik atau berkata-kata
musim menggelitik atau meriap, cuaca dingin atau
seperti lelehan panas timah, rawa-rawa mendekap air atau pasir
pulau-pulau dan benua menawarkan harum kopi atau bau belerang
aku terus mengambang dan mengapung diudara
mengalir dan merambat, melagukan deru sampai pantai
menabur-naburkan cahaya ke semesta pekat, tapi lewat arus resahlah
aku menderas,Tuhan menderas,Nabi-nabi menderas, berkali-kali
melampoi keabadian dan kekekalan, doa-doa dan firman
sendiri dan bergegas melenggang
sembunyi dipelukan malam bila terancam
bertindak ketika subuh masih jauh
tiada seru,tiada dalih, timur menyongsongku lekas ke cakrawala
ketika langitnya mencekam penuh cambukan pijar
aku melompat tinggi, membakar dan menggasaki kemelut
dan bumbungan asap bergumpalan, matahari
aku matahari, kusuguhkan cahayaku untuk bumi
yang hendak sedamai nafas yang tenang
seteduh lautan sunyi menanam deritaku yang terjauh!.

Yogya,2010


FRAGMEN PELAUT MUDA

Tidakkah sakal, angin yang menarik ombak sejauh itu
pulang sekedar buih didaratan, kemana pecah gelombang
dan pasangnya. Mataku kini mengapung-ngapung
mencari dilaut itu. Tanganku kini memanjang membongkar
dasar dan kedalaman. Hanyalah sebelum matahari mengejarku
aku ini pelaut muda yang mabuk
dengan kepala penuh pukulan suara debur
dan cericit camar membujuk,”Angkat sauh dan taklukan samudra!”
hingga pikiranku dirasuki kegilaan yang aneh
penuh letupan api, sungguh laut lebih jauh
hanya bayang pulau-pulau yang hilang,aku ingin sampai
dengan pendakian gelombang
yang terus menurun-naikkan, menghempas
dan membanting. Dan langit yang meninggi
tiba-tiba melengkung rendah
menyodorkan matahari, di hari dalam pekat badai
hingga aku lolos dari jerat pasang yang nyaris menggulungku
tidakkah sakal,angin yang menarik ombak sejauh itu
pulang sekedar buih didaratan
telah kumasuki teluk dan kulupakan penjelajahan
tentang pulau-pulau rawan dan benua tak terambah
sudah kulepas baju pelautku, aku tak lagi bernasib perahu
sebagai petualangku. Angin sakal nafsuku itu
berkesuar angin, telah terlepas, terbanting pecah
menyisakan gemuruhnya
laut retak, ditubuhku yang melulu biru
yang kini luruh, rebah dan rendah
bersujud haru!.

Yogya,2011


SEDIKIT TENTANG PENULIS

Andi Magadhon, Nama pena penulis. Penulis Mahasiswa UIN SUKA Fak Adab Jur Sejarah dan Ilmu Budaya. Domisili penulis Malioboro,Yogyakarta. Sajak-sajaknya kebanyakan tercecer dalam rangkuman ontolog puisi bersama, di antaranya ontologi puisi bulan purnama maja pahit trowulan, ontologi puisi-100 puisi untuk ibu se-Indonesia. Penulis bergiat kesenian di Teater Eska,Komunitas Puisi Kali Gajah Uwong, Komunitas Sastra Tanah Seribu dan Komunitas Puisi Pro2 RRI Yogyakarta.Facebook : a_magadhon99@yahoo.com

dimuat di majalah Literasia

Post a Comment

Designed by OddThemes | Distributed by Gooyaabi Templates